Sabtu, Januari 23, 2010

Rute-rute SJN seri 9
















Berikut adalah rute-rute SJN seri 9 Tour De South Sulawesi Heritage, dari hari 1 - 5





Perjalanan Menuju Ke Toraja - SJN seri 9


SJN seri 9 Tour de South Sulawesi Heritage
PERJALANAN MENUJU TORAJA

Hawa yang cukup panas, terasa ditiap peserta Sepeda Jelajah Nusantara seri 9 Tour De South Sulawesi Heritage. Malam itu rombongan peserta terakhir telah tiba di Makassar propinsi Sulawesi Selatan. Hari itu juga mereka segera merakit sepeda untuk persiapan penelusuran trek hari pertama pada esok hari di even ini.

Jum’at tanggal 16 Oktober 2009, jarum jam menunjukkan pukul 06.00 wib. Sebanyak 40 orang peserta yang berasal dari berbagai wilayah nusantara dan warga negara asing mulai bersiap diri untuk memulai rangkaian trek sepanjang +/- 200 km selama 5 hari, mulai tanggal 16 s.d 20 Oktober 2009, dimana di seri 9 ini peserta SJN akan melintas di 5 wilayah di Propinsi Sulawesi Selatan. Dengan tetap menggunakan konsep Eksplore Wisata, peserta SJN ini tidak hanya melakukan aktivitas bersepeda tapi juga dapat menikmati berbagai potensi wisata yang akan dikunjungi.
Pukul 07.00 wib, kami sudah menuju starting point yaitu berkumpul di Desa Tompo Bulu (Jeneponto) untuk mulai melintas di jalur hari pertama sepanjang +/- 40 km. Kondisi jalur yang 50% offroad dan 50% onroad .
Bendera start dikibas, didepan ternyata sudah menanti jalur yang menanjak..”wah ini bener-bener langsung panas” batinku. Dan memang jalur yang menanjak berupa jalan mulus beraspal ini menjadi ajang pemanasan juga bagi para peserta. Di Trek hari pertama ini cuaca cukup terik (karena info setempat sudah lebih 2 bulan belum turun hujan). Dengan bersemangat para peserta ini mengayuh sepeda yang elevasinya memang menanjak, melintas di pemukiman penduduk yang menatap heran karena wilayahnya baru kali ini dilintasi rombongan sepeda, sampai-sampai saat melintas sebuah SD berbondong murid-murid menyalami kami (serasa seleb...). Tetapi hukum alam memang berlaku, setiap tanjakan pasti ada turunan, dan hal yang dinantipun tiba, didepan jalur mulai menurun, kamipun segera meluncur walau dengan tetap konsentrasi karena kontur trek berupa tanah berbatu kerikil. Cukup mengobati kaki yang didera kelelahan. Waktu sholat Jum’at kami manfaatkan untuk beristirahat guna menuju Tempat yang bernama Loka Camp. Disana sudah menunggu Bupati Bantaeng yang berniat akan ikut dalam rombongan.
Di Loka Camp yang merupakan suatu tempat wisata outdoor ini lokasinya memang strategis, berada didaerah tinggi sehingga bila kita melihat kebawah akan tampak kabupaten Bantaeng, suatu wilayah yang banyak memproduksi sayur mayur dan strawbery. Jalur berikutnya adalah jalan yang menurun terus, sehingga sepeda inipun melesat di jalan yang beraspal mulus ini. Jalan turun berkelok-kelok mengingatkan saat bersepeda di Kelok 44 di Sumatera Barat. Sampai di kota Bantaeng jarum jam menunjuk angka 13.30, saat perut harus diisi. Dan memang tujuan akhir trek hari pertama ini adalah di kota Bantaeng. Kami sempat mampir untuk melihat salah satu situs peninggalan di Bantaeng sebelum dijamu makan siang. Soto daging yang mungkin agak berbeda ini kami santap dengan lahap, belakangan baru tahu kalo ternyata itu daging kuda..heem anggap jadi pemulih stamina saja. Acara belum berakhir disini, karena kamipun beranjak menuju rumah dinas Bupati yang rupanya sudah ditunggu acara kesenian tradisional setempat berupa tarian (dilakukan oleh sekelompok anak-anak) dan yang mengharukan dan membanggakan adalah bertepatan dengan di launching-nya lagu berjudul “Sepedaku” yang dikemas dengan musik ceria. Serta ditutup dengan kegiatan penghijauan sebagai bentuk kepedulian kegiatan ini terhadap lingkungan hidup.

Hari ke Dua itu...,
Sore itupun peserta dievakuasi untuk melanjutkan perjalanan di hari ke dua, yaitu didaerah Pucak, Maros. Malam ini kami menuntaskan dengan mimpi indah masing-masing, dan pagi hari baru terlihat jelas lokasi tempat kami menginap, yaitu sebuah lokasi yang terdapat tempat untuk beristirahat, karena disitu selain ada beberapa bangunan penginapan, sebuah kolam renang juga beberapa hewan yang sengaja di ternakkan dan ditangkarkan. Karena berguna juga sebagai tempat pelatihan. Usut punya usut ternyata pemilik Pucak Resort ini adalah bapak H. Zainal Bahri Palaguna (mantan Gubernur Sulsel), dan beliau inilah yang melepas peserta melintas jalur etape hari ke 2 sepanjang +/- 35 km menuju Bantimurung. Jalur yang kami lalui termasuk mulus, dengan menyisir sungai yang terlihat bersih (beda dengan sungai di Jakarta..), kami benar-benar menikmati pemandangan alam ini. Variasi jalurpun mulai ada, dengan kombinasi single trek, melintas hutan bambu serta jembatan gantung. Memasuki perkampungan kembali kami disambut dengan anak-anak yang memandang takjub rombongan sepeda ini. Tampak pula hamparan sawah habis panen. Saat kami melintas gugusan tebing, tampak beberapa lubang di tebing, rupanya ini adalah tempat makam penduduk setempat yang memang sudah menjadi bagian dari adat di daerah Sulawesi. Cuaca masih sama seperti kemarin, dimana matahari tampak bebas memberikan sinarnya. Hingga dikejauhan tampak tulisan di atas tebing Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, inilah yang menjadi finish point etape hari ke 2. Sebuah lokasi yang terkenal dengan pelestarian berbagai macam kupu-kupu, sehingga tak heran Taman Nasional Bantimurung ini juga menjadi salah satu ikon wisata Sulawesi selatan. Memasuki gerbang yang diatasnya terdapat kupu-kupu raksasa terasa memasuki atmosfer yang berbeda. Hingga kamipun masuk kedalam komplek Taman Nasional yang langsung disambut kepala dinas Pariwisata Kab. Maros, serta disuguhi kembali berupa tarian tradisional setempat yang dilakukan kembali oleh sekelompok anak-anak, tapi dengan dibawakan secara ceria, cukup membuat decak kagum. Cukup lama kami dilokasi yang terkenal dengan kupu-kupu dan air terjun ini, benar-benar suatu pemandangan yang exotic. Disini rangkaian jalur hari ke-2 usai sudah, untuk selanjutnya kamipun segera berkemas menuju Kabupaten Enrekang yang ditempuh jalur darat sekitar 7 jam perjalanan. Dalam perjalanan ini kami sempat mampir di kota kelahiran mantan Presiden RI ke 3 yaitu Pare-pare untuk santap malam dengan menu “ikang bakar” (istilah bahasa setempat), akhirnya kamipun sampai di kabupaten Enrekang dan malam itupun langsung pulas dibuai tidur masing-masing.

Memasuki hari ke 3, dengan panjang lintasan sekitar 40 km, kamipun meluncur menuju starting point di daerah Lanja, tampak daerah ini memang dikelilingi gugusan gunung dan bukit, benar-benar jalur yang menantang. Kondisi trek yang 80% offroad tentunya akan membuat kesan tersendiri? Bagaimana tidak? Posisi starting point sudah didaerah yang tinggi? Begitu kita melaju dijalur berupa jalan semen berkerikil, awalnya berupa turunan tapi ini tak berlangsung lama, karena setelah itu jalur mulai mendaki..pemandangan sekitar memang indah walau disisi kiri adalah jurang, tampak jejeran gunung disana. Suhu udara saat itu juga lumayan menyengat, angin semilir yangn diharappun rupanya enggan singgah..di rerimbunan bayang pohon kelompok kecil peserta melepas lelah sejenak sebelum melanjutkan perjalanan lagi. Dijalur ini memang dibutuhkan stamina cukup prima, dan setelah 2 hari perjalanan sebelumnya dirasa cukup dalam pemanasan di jalur hari ke 3 ini. Memasuki desa, jalur sudah mulai berubah berupa tanah terkadang single trek. Jalan juga mulai dijumpai turunan bahkan melintas kali kecil, cukup menyegarkan otot kaki yang mulai didera keletihan. Mengayuh pedal dan terkadang TTB kerap dilakukan peserta, sampailah kami di desa Tongkonan. Sambil beristirahat, kamipun menyantap air kelapa yang dicampur dengan gula merah..waah benar-benar menyegarkan.
Setelah itu kamipun mulai melanjutkan perjalanan di jalan yang tetap menanjak dan berbatu. Tapi itu semua terbayar dengan pemandangan yang kami dapatkan sepanjang perjalanan ini, penduduknya yang ramah dan tak segan menawarkan kami minum tentunya akan membawa cerita tersendiri. Dikejauhan tampak pula gunung Nona yang cukup terkenal, kamipun menyisir di kaki pegunungan ini. Sempat pula jalan berupa tanah ini berubah jadi batu makadam dan tetap nanjak. Terkadang jembatan juga kami lintasi, tapi Tuhan memang maha adil, disaat cuaca panas dikejauhan tampak awan hitam bergayut, tak lama turun hujan. Cukup untuk mendinginkan badan ini. Setelah cukup lama kaki didera keletihan, akhirnya kamipun mencapai Finish Point di Resting, letih bercampur lega karena rangkaian perjalanan di hari-3 ini bisa kami tuntaskan. Karena hari sudah menjelang sore, udara perlahan mulai dingin. Dengan menyantap masakan khas Enrekang, Nasi Cemba. cukup mampu menghangatkan badan kami kembali. Sampai disini pesertapun beristirahat sambil loading sepeda dan tas, karena selanjutnya kami berpindah menuju Tana Toraja.
Malam inipun kami sampai di penginapan di Toraja, setelah santap malam suasana kembali senyap, masing-masing peserta telah lelap.

Perjalanan menuju Tana Toraja
Pagi hari ke 4, jalur yang akan dilalui adalah daerah Mandandan hingga ke Kete’kesu sepanjang +/- 35 km. Dimulai dengan jalan aspal mulus, kamipun mengayuh sepeda. Disini mulai tampak bentuk bangunan adat toraja yang terkadang bangunan tersebut dihiasi dengan deretan tanduk kerbau yang merupakan proses tradisi penduduk Toraja, untuk urusan kerbau ini karena hewan ini adalah termasuk hewan yang dikurbankan, maka harganya tentu tidak murah, bahkan yang mencengangkan seekor kerbau bule (warnanya agak putih belang) harga bisa mencapai 100 juta..wow harga yang fantastik.
Di perjalanan ini kami disuguhi banyak pemandangan khas pedesaan, seperti sawah, sungai dan tentu saja bangunan adat. Jalan yang semula mulus mulai berubah ke jalur offroad, dan memang ini yang kami nanti. Hingga kamipun bertemu sebuah jembatan gantung yang harus dilintasi. Daerah Toraja yang merupakan daerah pegunungan sudah barang tentu jalurnyapun naik turun. Tapi kondisi alamnya memang sangat indah, sama dengan sehari sebelumnya yaitu didaerah Enrekang.
Di beberapa tempat yang rumah adatnya dihiasi tanduk kerbau, semakin banyak tanduk dipajang menunjukan makin tinggi derajat keluarga tersebut, bisa dibayangkan setiap kali mereka mengadakan upacar adat, berapa pula rupiah mereka kucurkan. Tapi itulah sebagian adat istiadat yang turut memperkaya bidaya bangsa. Jarum jam menunjukan sekitar pukul 13.30 witeng, akhirnya kamipun tiba di Kete’kesu, yaitu sebuah komplek Perkampungan Adat Toraja, dimana didalamnya terdapat beberapa rumah adat yang sudah berusia ratusan tahun serta di sisi lain adalah berupa komplek makam leluhur yang ditaruh di lubang-lubang diatas tebing bahkan ada yang ditaruh di dalam peti dan digantung diatas tebing. Ini juga salah satu adat budaya masyarakat Tana Toraja.
Sampai disini kamipun disambut oleh tingkah gemulai gadis-gadis Toraja yang menyajikan tarian khas setempat. Perjalanan hari ke 4 pun kami sudahi di Kete’kesu, dimana selanjutnya kamipun harus kembali ke Makassar.

Perjalanan terakhir di Somba Opu...
Malam inipun seluruh peserta loading kembali menuju Makassar kembali, karena cukup lama perjalanannya maka kamipun sempat tidur didalam kendaraan yang mengangkut kami.
Menjelang pagi kamipun tiba di Makassar, karena sudah cukup tidur selama dalam perjalanan, maka kamipun segera mempersiapkan sepeda masing-masing.
Rute yang merupakan etape terakhir ini menempuh jarak sekitar 40 km yang melintas Benteng Somba Opu, daerah Gowa hingga Benteng Rotterdam. Rute kali inipun 100% onroad dan lebih merupakan city tour, karena melintas di jalan-jalan kota Makassar dan sekitarnya.
Dimulai dengan menuju Benteng Somba Opu yang dimasa penjajahan dulu benteng ini sempat dijadikan menara intai musuh yang datang dari arah laut, kemudian dilanjutkan menuju Balla Lampoa (rumah besar) yang merupakan salah satu peninggalan kerajaan Gowa dengan menyusuri pinggir sungai Jeneberang, yang merupakan sungai terbesar di Makassar. Cuaca yang cukup terik bila dilihat di jarum jam yang baru menunjuk angka 9 pagi..Dari Balla Lampoa perjalanan kami lanjutkan menuju Pantai Losari yang merupakan salah satu ikon wisata di propinsi Sulawesi Selatan ini dan perjalanan SJN seri 9 selama 5 hari ini berakhir di Benteng Rotterdam. Banyak kisah yang bisa diceritakan kembali, banyak pemandangan exotic yang bisa didatangi kembali.
Hingga muncul dibenak kami adalah akan kemana lagi kami akan berkunjung, tentunya masih banyak daerah-daerah di bumi Nusantara ini yang belum dikunjungi, sebuah daerah yang merupakan Segumpal Tanah Surga Yang Jatuh Di Bumi Pertiwi.


Reportase: Anton Wiryantoro